Profil Pelukis Srihadi Soedarsono, Maestro Seni Rupa Indonesia yang Meninggal Dunia di Usia 90 Tahun

Indonesia berduka atas meninggalnya pelukis, Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo. Pelukis Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo meninggal dunia Sabtu (26/2/2022), pada usia 90 tahun. "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun

Rektor, Pimpinan, dan Segenap Keluarga Besar ITB turut berduka cita atas berpulangnya Prof. Drs. KRH Tumenggung H. Srihadi Sudarsono Adhikoesoemo, M.A. Semoga Almarhum Mendapat Tempat Mulia di Sisi Nya," tulis Instagram resmi ITB @itb1920, Sabtu (26/2/2022). Pelukis lulusan Fakultas Seni Rupa di ITB dan pernah mengajar sebagai dosen ITB itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Prof. Kanjeng Raden Haryo Tumenggung H. Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo yang dikenal dengan Srihadi Soedarsono, merupakan maestro seni rupa Indonesia yang namanya telah dikenal luas. Melansir kebudayaan.kemdikbud.go.id , Srihadi Soedarsono lahir di Solo, 4 Desember 1931. Dia lahir di sebuah keluarga pelukis.

Bakat melukis Srihadi memang sudah tampak sejak kecil. Saat menjadi pelajar, dia pernah bergabung dalam Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) bagian Pertahanan pada tahun 1945 dengan tugas membuat poster, grafiti, menulis slogan yang mengobarkan semangat juang di dinding dinding besar dalam kota dan gerbong gerbong kereta api. Srihadi juga sempat menjadi staf Penerangan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan Penerangan Tentara Divisi IV TNI di Solo.

Srihadi membuat brosur militer dan menggambar sketsa peristiwa penting untuk dokumentasi, karena saat itu kamera belum marak tersedia seperti saat ini. Pada 1946, Srihadi bergabung dengan Seniman Indonesia Muda (SIM) di Solo dan belajar kepada pelukis pelukis perintis seni lukis Indonesia, seperti Sudjojono dan Affandi. Sewaktu bergabung dengan Kementerian Urusan Pemuda Republik Indonesia yang berlokasi di Sekolah Taman Siswa Yogyakarta, Srihadi juga berada di sana bersama Sudjojono untuk menegakkan perjuangan Indonesia melalui seni rupa.

Pada Desember 1949, alih alih meneruskan bekerja di ketentaraan, Srihadi memilih meneruskan sekolah yang sebelumnya pernah terhenti, dan menerima beasiswa. Dia bersekolah di SMAN 1 Margoyudan, dan lulus tahun 1952. Selepas SMA, Srihadi melanjutkan kuliah di Balai Pendidikan Universiter Guru Seni Rupa Fakultas Teknik UI yang untuk sementara berkedudukan di Fakultet Teknik Bandung (belum jadi ITB).

Pada tahun 1959, Srihadi Soedarsono merancang logo untuk ITB yang digunakan hingga saat ini. Srihadi tidak memilih kuliah di ASRI Yogyakarta karena sudah mengenal para tenaga pengajarnya saat dulu remaja aktif di sanggar di Yogya dan Solo. Ketertarikan Srihadi pada pendekatan landscape lebih jelas dideskripsikan antara tahun 1954 1959 ketika beberapa kali berkunjung ke Bali.

Kunjungan yang paling penting adalah pada 1954. Dia tinggal di pantai Sindhu, Sanur, Bali yang saat itu masih sepi, selain ada perahu perahu, upacara, dan perempuan Bali di pantai. Masa tersebut adalah masa Srihadi memikirkan apa yang dia cari dari seni lukis.

Dari momen momen kontemplasi di Bali inilah Srihadi memahami arah karya karyanya. Saat mengamati pantai, Srihadi menemukan fenomena alam bahwa antara langit dan laut selalu ada garis penghubung yang lurus, bersih, dan indah. Garis horizon, semacam titik nol yang siap untuk dikembangkan.

Srihadi kemudian memilih untuk pensiun sebagai pegawai negeri sipil pada 1997 dan terus berkreasi menekuni lukisan hingga akhir hayatnya. Sepanjang karier keseniannya, Srihadi yang pernah menjadi dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan menjabat sebagai Ketua Akademi Seni Rupa Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) pada 1974 ini telah banyak berpameran. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Srihadi telah menggelar pameran, antara lain:

Karya Srihadi juga sempat dipamerkan dalam Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia "17|71: Goresan Juang Kemerdekaan" di Galeri Nasional Indonesia (2016). Pameran ini spesial, karena Srihadi didaulat sebagai salah seorang seniman senior yang mendampingi Presiden ketujuh Republik Indonesia Joko Widodo dalam peresmian pembukaan pameran. Goresan kuas Presiden Joko Widodo pada kanvas saat peresmian pameran tersebut, kemudian direspons oleh Srihadi.

Karya Srihadi itu mendapat apresiasi khusus dari Presiden Joko Widodo dan disumbangkan sebagai koleksi negara. Srihadi Soedarsono meraih sejumlah penghargaan, di antaranya: Baru baru ini tepatnya pada 21 November 2021, Guru Besar purnabakti Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) tersebut menerima Sang Hyang Kamahayanikan Award sebagai penghargaan tertinggi Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2021.

Penghargaan itu diterima Srihadi sebagai perupa yang terus menerus melukis Borobudur sejak tahun 1970 an; serta karena nama Srihadi dibahas cukup banyak dalam buku Claire Holt: Art in Indonesia, Continuities and Change, yang menjadi pegangan dalam mengusung tema BWCF 2021.

Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *